Senin, 09 April 2018

Resensi Novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah



Data Buku

Judul buku         :       Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis               :       Darwis Tere Liye
Penerbit             :       PT Gramedia Pustaka Umum Jakarta
Tahun terbit        :       Januari 2012
Tebal buku               512 halaman

Sinopsis

“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau kepala ikan, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bersarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan”.

Diawali dari kisah seorang anak laki – laki berumur 6 tahun dengan segala keingintahuannya tentang seberapa panjang sungai Kapuas itu. Anak itu memang cerdas dan kritis. Cerita ini berlatar di pinggiran Sungai Kapuas, Pontianak, Kalimantan Barat. Anak itu, bernama Borno, hingga umurnya yang kedua belas tahun, ayahnya kecelakaan saat sedang mengemudikan sepit (perahu yang ditempeli motor sehingga dapat melaju kencang), kabarnya bahwa ayahnya tersengat ubur – ubur dan harus segera dilarikan ke rumah sakit. Sahabat orangtuanya itu, yaitu Pak Tua, Bang Togar, Koh Ahcong, dan Cik Tulani ikut ke rumah sakit, disana Borno terus menangis, hingga akhirnya Ayah Borno menginginkan jantungnya didonorkan kepada orang lain. Borno kecil tidak mengerti dengan itu semua.

Hingga Borno beranjak dewasa, dengan berbagai pekerjaan yang dilakoninya, mulai bekerja di pabrik karet, bekerja sebagai tukang karcis di kapal Feri, hingga akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai pengemudi sepit, seperti ayahnya dulu dan kawan-kawan ayahnya. Setelah melalui berbagai proses, akhirnya Borno resmi menjadi pengemudi sepit, dan pada hari pertama dia membawa penumpang dengan sepit, dia melihat seorang gadis keturunan cina, anggun, wajahnya sendu menawan, dan dia begitu tertarik dengan wanita itu. Hingga saat menepi ke dermaga kayu, dia melihat sebuah amplop angpau merah, dia mengira amplop itu milik gadis cantik itu. Hingga dia meminta pendapat Andi, sahabatnya tentang hal ini. Akhirnya setelah beberapa hari dia bertemu kembali dengan gadis itu, dan ternyata gadis itu sedang membagi – bagikan angpau yang sama kepda orang-orang, karena sebentar lagi imlek dan Cap Go Meh. Maka, Borno menyimpan kembali angpau itu.

Semakin hari Borno tertarik dengan gadis itu, namun tidak berani untuk berkata sesuatu padanya. Hingga Borno tahu bahwa gadis itu selalu pergi jam 7.15 untuk magang di sebuah sekolah SD. Maka, dengan perhitungan yang tepat, Borno selalu sengaja diam di antrian sepit nomor 13, agar gadis itu tepat menaiki sepitnya.  Dan ternyata, taktik Borno itu tepat, hingga akhirnya dia tahu siapa nama gadis itu, yaitu Mei. Hari ke hari, bulan ke bulan, dia kenal dangan gadis itu, namun gadis itu sempat beberapa kali pergi ke surabaya tempat kuliahnya, kemudian kembali lagi ke Pontianak, dan begitulah. Kisah mereka rumit. Hingga akhirnya Mei tidak mau lagi menemui Borno.

Borno begitu hampa tanpa adanya Mei setelah setahun sejak Mei memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Hingga seorang bibi yang merawat rumah Mei di Pontianak memberitahu Borno, bahwa Mei sudah terbaring sakit selama 3 bulan di Surabaya. Dan bibi bertanya soal angpau yang sengaja dijatuhkan Mei di Sepit saat pertama kali mereka bertemu.

Jadi kira-kira begini isi suratnya, bahwa Mei ternyata telah lama memperhatikan Borno, dan selalu ingin naik sepitnya Borno. Alasan Mei memutuskan untuk mencari Borno adalah ternyata ibunya yang seorang dokterlah yang membelah dada ayahnya untuk memberikan jantungnya pada orang lain, yang tak lain adalah ayahnya Sarah yang sekarang adalah seorang dokter gigi yang kemudian sangat baik kepada keluarga dan teman-teman Borno. Ibunya Mei menginginkan sebuah prestasi jika telah berhasil melakukan operasi itu. Namun, melihat Borno kecil yang terus menangis dan dipeluk ibunya, dokter itu tak tega dan merasa bersalah, hingga mengalami depresi berat, dan akhirnya meninggal. Maka, Mei berulangkali meminta maaf dalam surat itu.

Segera setelah membaca surat itu, Borno langsung terbang ke Surabaya, dan menemui Mei yang terbaring lemah, dan akhirnya Borno mengucapkan bahwa ia akan selalu mencintai Mei. Dan Mei merasa senang.

Penilaian Buku

Kelebihan novel ini menurut saya cover novel ini sangat menarik hal inilah yang membuat saya ingin membaca novel ini dan juga jalan ceritanya tak mudah ditebak hal ini juga yang menjadikan buku ini menarik. Kekuarangan dari novel ini dibagian endingnya walaupun berakhir bahagia tetapi masih belum jelas apakah Papa Mei sudah merestui hubungan Mei dengan Borno. Secara keseluruhan novel ini sangat menarik untuk dibaca.